Aku? Siapa yang tak mengenalku.
Aku populer, aku sumber kebanggaan para remaja. Denganku, mereka pasti lebih
percaya diri. Aku? Sudah kuduga, banyak yang bersaing untuk bisa mendapatkanku.
Aku seolah menjadi saksi hidup bagi mereka semua yang bersamaku. Perlu
perjuangan 9 tahun lamanya sebelum mereka bisa bersamaku. Yaah, bukannya aku
sombong, tapi masa-masa denganku adalah masa emas, tak mudah untuk dilupakan. Bagaimana tidak, aku, hey, kawanku
adalah kalian! Iya, kalian para pencari jati diri. Ku bilang kalian dewasa, itu
tidak mungkin, karena kalian belum tau beban rumah tangga :D. Kalo aku bilang
kalian anak kecil, tapi kalian menolak. “Hellowww gue udah gede kali”. Yah,
labil. Ku panggil saja kalian, iya kalian, kalian kawanku yang labil. Banyak
anak labil yang ingin segera bersamaku, meyentuhku. Aku sangat yakin, mereka
pasti menyayangiku. Aku, si seragam putih abu-abu.
Kisah ini berawal saat kau- yang terpilih dari
kalian- masuk tahun ajaran baru, kau yang baru menuntaskan pendidikan menengah
pertamamu. Aku, kau muluskan bentukku, kau semprot aku dengan wangi parfum
kesukaanmu. Dengan bangga, aku kau kenakan. Bergaya kau didepan cermin, merasa
keren, elok bak kepompong yang mekar jadi kupu-kupu. Tak puas kau pandang itu
cermin, aku pun sama. Bangga pula aku kau kenakan. Aku bersamamu lalui banyak
waktu. Mulai awal masuk SMA, aku lihat kau jumpa kawan baru, mereka pun sama,
sama-sama bangga mengenakanku. Bahagia aku, melihat kau bahagia dengan
hari-hari awalmu. Masa kau dan aku pun berlanjut, aku ikut kemanapun kau
melangkah. Aku lihat apapun yang kau perbuat. Kau bersamaku sedari pagi hingga
senja hari, bahkan kadang sampai larut malam aku kau kenakan. Oh, aku sungguh
merasa sangat berarti untuk kau. Aku lalui banyak waktu dengan kau. Lambat laun
putihku memudar, aku masih kau butuhkan, tapi sudah tak kau perhatikan. Aku,
kau lempar begitu saja saat kau selesaikan harimu denganku.
Aku berusaha tetap melindungi
tubuhmu, walau kau tumpahkan percikan alkohol di badanku. Aku melihat aku
bersamamu, kau bersama kawan-kawan biadabmu. Aku tau, awal kau tak seperti itu.
Aku masih punya harapan kau jauhkan aku dari pergaulan bebasmu. Namun,
kesedihanku belum usai sampai disitu. Aku, kau kenakan aku saat kau kencan
dengan pacarmu. Aku cemburu, ada yang lebih kau cintai dari aku. Aku tak rela
jika kulitmu yang selama ini aku lindungi disentuhnya. Saat kau bersentuhan,
disitu aku merasa melaksanakan tugasku untuk jadi tembok pembatas. Tapi aku
mulai cemas, kenapa kau mulai tanggalkan aku, disaat aku ingin melindungi
kulitmu dari sentuhan luar. Apa pula yang bisa ku perbuat. Aku, untuk sekian
kali kau lempar begitu saja. Aku tergeletak, masih dengan aroma alkohol. Aku
merasa begitu hina. Aku lebih hina karena aku kini tak bisa melindungi tubuhmu.
Aku benar-benar menjadi saksi saat kau, kau hancurkan tubuhmu dengan tubuhnya. Aku
harap kau cepat mengenakanku, aku kedinginan dilantai ini. Begitu pun pasti
denganmu. Aku tak suka kau kedinginan degan tanpa sehelai kainpun bersamamu.
Cepatlah kau kenakan aku, dan sudahi nafsyu biadabmu.
Aku begitu ingin melindungi
tubuhmu. Aku rela sakuku kau gunakan untuk tempat contekan saat ujian. Aku pula
yang rela menutupi deretan rumus matematika yang kau coretkan di kulit paha kau,
agar kau tak diketahui guru. Itu semua karena aku peduli kau, meski kau sudah
mulai hilang kepedulian denganku.
Aku benar-benar sudah melalui
banyak hari dengan kau. Kini mulai terlihat sikap acuh kau kepada aku. Aku
mulai kecewa, saat kau bahagia dengan kawan-kawan kau saat hari kelulusan tiba.
Kau kenakan aku untuk kovoy di jalan raya. Entah kenapa aku malah tak suka saat
kau bahagia dengan mengenakanku hari itu. Kecewaku makin menjadi, saat kau
mulai menyemprotkan warna warni pilox ke tubuhku. Aku benar-benar sudah tak seelok
aku awal. Tapi mengapa kau nampak bangga dengan aku yang kumuh ini. Aku mohon,
jangan kau hinakan aku. Aku dulu adalah seragam kebanggaanmu. Tapi kini, aku
hanya akan jadi barang bekas, tak terpakai, tak ternilai, jika kau tetap
perlakukan aku seperti ini. Putihku kini tak hanya luntur dan memudar, aku
berubah. Aku nampak buruk dengan banyak warna di putihku. Abu-abu ku pun mulai
hilang kewibawaannya. Penuh coretan-coretan tak bermakna. Aku benar-benar lelah
lalui satu hari ini dengan kau. Aku harap kau segera pulang dan membersihkan
aku dari kotoranku. Namun, kesedihanku lebih mendalam. Saat kau pulang, kau
tanggalkan aku begitu saja. Aku benar-benar merasa tak bermakna. Aku tergeletak
di lantai, aku kotor, aku tercela, karena kawanku tak perlakukan aku dengan
semestinya.
Aku bukan lagi kebanggaan. Kau
yang dulu berjuang untuk mengenakanku, kini lebih bahagia jika cepat
menanggalkanku. Aku, menyimpan semua kenangan, merekam semua kejadian yang kau
lakukan. Aku biarkan diriku lusuh, aku biarkan diriku kumuh, asal kawanku juga
membiarkan segala memori kelam untuk tinggal bersamaku. Jangan kau bawa yang
kelam itu mengikuti masa depanmu. Aku rela kau buang, asal kau buang pula sifat
burukmu. Biarlah aku hilang, bersamaan hilangnya gelapmu. Biarlah aku
terabaikan, asal kau perhatikan masa depanmu. Aku bahagia jika kawanku bahagia
dengan hidupnya. Kau, memang tak akan pernah bisa melupakan kenangan semasa
dengan aku, tapi berjanjilah pada aku yang selama ini sudah melindungimu, bahwa
kau tak lagi menjadi kelam seperti saat kau bersama aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar