Muhasabah
Kembali ke titik nol, bahkan minus. Menguak kembali masa awal, saat pertama tersadar dari lelap. Diri masih terang, tanpa coretan, tanpa lesuh goresan penghapus. Mengingat, apa saja yang pernah diri coretkan dlm tiap lembar. Tertunduk, terpejam, merenung. Diri terhanyut suasana. Diri menangis, diri menjerit. Fajar masih belum datang. Terdengar raungan dari 8 penjuru, diri masih ttp merunduk menyesali. Bahkan tangis semakin dalam dipenghujung sepertiga malam. Diri melayang, seolah sendiri, tanpa siapa2, berjalan hanya berarahkan keyakinan. Diri takut, amat dan sangat. Gemetar. Diri meronta, namun percuma. Sampai datang satu titik terang, namun jauh, sangat jauh. Diri terus melangkah mengejar titik itu, meski diri dalam ketakutan. Belum sampai diri di sudut titik, diri melihat putih dikanan diri. Ada bahagia disana, ada mahkota di sana. Diri melihat senyum orang2 yg diri sayang, dan yang sayang diri. Namun, pandangan diri beralih ke bidang kiri, diri terhentak, menjerit se keras diri mampu. Di kiri ada gelap, namun diri bisa melihat apa yg terjadi. Diri melihat rontaan orang2 yang diri sayang, dan sayang diri. Ini benar2 tak simetris dengan bidang kanan diri. Diri tak sanggup melihat segala siksa, diri beristighfar, diri terjatuh, tersungkur. Diri berusaha memalingkan pandangan dari sisi kiri. Diri hanya seonggok, benar2 merasa takut dlm sujud. Diri memohon cahaya datang, diri memohon penerangan, diri bersimba tinta hitam kelam. Diri lantas bangkit dan mulai melangkah lagi, kali ini cahaya sudah mulai jelas, tak sesamar sebelumnya. Diri mulai kembali ke alam sadar. Perlahan membuka mata yg sudah sembab, suasana kini tak sehening awal, 8 penjuru meraung lebih keras dari sebelumnya, solah sedang beradu keras dg derasnya air yg jatuh dari langit. Fajar menyongsong dlm hening, diri menyadari, diri amat rapuh, lebih rapuh dari yg terkira. Diri berusaha kuat krn ada orang2 hebat disekeliling diri. Sungguh, cahaya tadi amat dekat, bahkan lebih dekat dari yg terkira.
26.3.17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar